Sabtu, 13 Juni 2015

Beras Plastik, Singkong, dan Beras Cerdas (1)

Jakarta - Niat Dewi Septiani, penjual bubur di Mutiara Gading, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, mengabarkan pada masyarakat luas agar waspada atas pemalsuan atau pencampuran beras dengan sejumlah bahan berbahaya patut diapresiasi. Mungkin dia bermaksud konsumsen memilih beras yang baik dan sehat. Bisa dimaklumi langkah Dewi menyebarkan informasi melalui media sosial terkait beras yang diduga dicampur dengan plastik tersebut. Untuk itu, Kepolisian Resort Bekasi Kota dan sejumlah pihak pemerintah atau lembaga penelitian terkait bisa menopang niat Dewi tersebut.

Pertama kali Dewi menemukan beras plastik pada 13 Mei 2015. Waktu itu, dia membeli enam liter beras di toko langganan seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan muncul setelah beras itu diolah menjadi bubur, sebagian pembeli bubur sakit perut dan pusing. Secara fisik, hasil masakan pun tidak lazim. Ironisnya, Dewi malah merasa disalahkan dan tertekan karena tindakannya.

Sejauh ini, tidak ada satu pun lembaga yang terkait dengan distribusi beras menyebutkan pernah ada izin atas beras palsu tersebut. Namun, informasi beras palsu atau beras plastik begitu masif dan beredar dengan sangat cepat. Maklum, beras adalah salah satu kebutuhan pokok sehingga apapun terkait dengan beras selalu menjadi sangat sensitif. Biasanya sensivitas terutama disebabkan kenaikan harga beras, kemudian disusul dengan penurunan produksi, gagal panen atau puso, impor beras, dan isu seputar beras untuk keluarga miskin (raskin). Sekitar satu dekade silam, pernah beredar berita beras yang diberi pemutih agar tampil lebih elegan dan dianggap sebagai beras yang bagus. Padahal, pemberian pemutih justru menyalahi sifat dasar dari beras tersebut.

Semua pihak di negeri ini pun sibuk. Di level nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa kebenaran masalah isu beras plastik kini sedang diteliti di laboratorium.
"Beras itu, sedang diuji di tiga laboratorium termasuk di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lab umum. Kita tunggu saja hasilnya," kata Jokowi di sela-sela kunjungannya di kegiatan Car Free Day Solo, Minggu (24/5).
Jika motifnya mengejar untung, menurut Jokowi, tidak masuk logika karena harga beras plastik kabarnya lebih mahal dibanding beras biasa. Padahal, dalam jumlah yang massif, harga bisa ditekan sehingga bersaing dengan produk asli.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, di sela-sela pertemuan Menteri Perdagangan (Ministers Responsible for Trade Meeting) APEC 2015, di Boracay, Aklan, Filipina, Minggu, bahkan bertemu dengan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Shouwen. Dikabarkan, pihak Tiongkok berjanji membantu Indonesia dalam menangani kasus beras plastik, yang diduga berasal dari Tiongkok.
Menurut Wang, pemerintah Tiongkok hanya memberikan izin kepada satu pengusaha BUMN Tiongkok untuk melakukan ekspor beras sehingga akan lebih mudah untuk melakukan penelusuran terkait peredaran beras plastik.

Heri Soba/HS
sumber berita: beritasatu.com

baca juga : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar